Indonesia, sebagai salah satu produsen gula terbesar di dunia, sangat bergantung pada hasil panen tebu yang optimal. Namun, di balik manisnya kristal gula, ada ancaman senyap yang siap merenggut hasil panen: Hama Penggerek Batang Tebu (Chilo sacchariphagus dan sejenisnya). Serangan hama ini tidak main-main. Ia dapat menyebabkan kerugian produksi yang signifikan, bahkan mencapai 10-50% jika tidak ditangani dengan serius. Batang yang digerek akan mengalami kerusakan, pertumbuhan terhambat, bahkan mati (disebut dead heart atau mati puser), yang pada akhirnya menurunkan kuantitas dan kualitas rendemen gula.
Menyadari urgensi ini, para mahasiswa dari Universitas Kebun Anom (UKA), melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM), berinisiatif menggelar Penyuluhan Cara Membasmi Hama Penggerek Batang Tebu kepada para petani mitra. Gerakan edukasi ini menjadi jembatan antara teori akademis di kampus dengan praktik pertanian di lapangan, membawa solusi cerdas, ekonomis, dan berkelanjutan.
Mengenal Sang Penggerek: Musuh Utama Petani Tebu
Sebelum membasmi, kita perlu mengenal siapa musuh kita. Penggerek batang tebu adalah larva (ulat) dari ngengat yang masuk dan melubangi batang tebu. Mereka hidup di dalam jaringan batang, memakan isi tebu, dan menghalangi jalur nutrisi.
Beberapa fakta kunci tentang Hama Penggerek Batang Tebu:
- Gejala Serangan Awal: Munculnya bercak-bercak putih yang melebar dan memanjang tidak beraturan pada permukaan daun bekas gerekan, atau ditemukannya “mati puser” pada pucuk tanaman muda.
- Dampak Fatal: Serangan pada tanaman muda (umur 1-4 bulan) bisa sangat fatal, berpotensi menurunkan produksi hingga lebih dari 90%.
- Siklus Hidup: Ngengat betina meletakkan telur, yang kemudian menetas menjadi larva perusak.
Penyuluhan oleh mahasiswa UKA berfokus pada pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yang menggabungkan berbagai metode untuk pengendalian yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
Strategi Mahasiswa UKA: Mengupas Tuntas Metode Pengendalian Hama
Mahasiswa UKA mempresentasikan beberapa jurus jitu yang dapat diterapkan petani, mulai dari metode kultur teknis, mekanis, hingga hayati yang menjadi andalan.

1. Budidaya Tebu Sehat (Kultur Teknis)
Metode ini adalah langkah pencegahan awal yang paling penting, melibatkan manipulasi lingkungan tanam agar tidak disukai hama:
- Penggunaan Benih Sehat: Pastikan bibit (bagal) yang ditanam bebas dari serangan penggerek.
- Varietas Tahan: Tanam varietas tebu yang dikenal memiliki ketahanan atau toleransi terhadap hama, seperti PS 851, PSJT 941, atau PSBM 88-144. Mahasiswa UKA merekomendasikan varietas lokal yang telah teruji di wilayah setempat.
- Sanitasi Lahan: Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi setelah panen (rogesan) untuk memutus siklus hidup hama.
- Pengaturan Jarak Tanam: Pengaturan yang tepat dapat mengurangi kelembaban mikro yang disukai ngengat penggerek.
2. Pengendalian Mekanis dan Fisik
Metode ini dilakukan secara langsung untuk mematikan atau mengurangi populasi hama:
- Rogesan Batang: Pemotongan sedikit demi sedikit bagian batang yang terserang, dimulai sejak tebu berumur 2 bulan hingga 6 bulan. Tindakan ini terbukti dapat menyelamatkan produksi.
- Pemasangan Perangkap:
- Light Trap (Perangkap Cahaya): Dipasang pada malam hari untuk memerangkap ngengat/imago dewasa, terutama di awal musim hujan (masa penerbangan kumbang dan ngengat).
- Feromon Seks: Pemasangan perangkap dengan umpan feromon sintetis untuk menarik dan memerangkap ngengat jantan, sehingga menghambat perkawinan dan reproduksi.
3. Solusi Ramah Lingkungan: Pengendalian Hayati (Biologi)
Ini adalah pilar utama dalam penyuluhan mahasiswa UKA. Mereka mendorong petani untuk beralih dari insektisida kimia yang mahal dan berpotensi merusak lingkungan, ke solusi biologis yang berkelanjutan:
a. Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma spp.
Trichogramma adalah tawon kecil yang tugasnya “menumpang” bertelur di dalam telur hama penggerek. Telur hama yang sudah diisi telur Trichogramma tidak akan menetas menjadi larva perusak, melainkan menetas menjadi tawon Trichogramma baru yang siap mencari telur hama lain.
- Aplikasi yang Disarankan UKA: Pelepasan pias (kertas berisi telur Trichogramma siap menetas) sebanyak 50 pias per hektar, dilepas setiap minggu selama tebu berumur 1 hingga 4 bulan.
- Keunggulan: Biaya rendah, sangat efektif menekan populasi di awal serangan, dan tidak meninggalkan residu kimia.
b. Pemanfaatan Musuh Alami Lain
Selain Trichogramma, mahasiswa UKA juga mengenalkan parasitoid larva seperti Apanteles flavipes atau lalat Diatraeophaga striatalis (Lalat Jatiroto), yang menyerang dan membunuh larva penggerek di dalam batang.
c. Penggunaan Agens Hayati (Jamur Entomopatogen)
Untuk pengendalian uret (hama perusak akar tebu yang sering muncul bersamaan), disarankan penggunaan jamur Metarhizium anisopliae. Jamur ini menyerang uret di dalam tanah, menyebabkan penyakit pada serangga hama hingga mati.
Baca Juga: Kegiatan Mahasiswa UKA dalam Penyuluhan Program TIPAK untuk Petani Sekitar
Sinergi Mahasiswa UKA dan Petani: Dari Kampus ke Ladang
Penyuluhan oleh Mahasiswa UKA tidak berhenti pada presentasi. Mereka menekankan pendekatan partisipatif:
- Pelatihan Praktik: Mahasiswa mendemonstrasikan cara pemasangan pias Trichogramma yang benar (dipasang 10-15 meter antar titik, sebelum jam 07.00 pagi, dan diberi pengaman dari semut).
- Pembuatan Peta Sebaran Hama: Mahasiswa membantu petani melakukan pemantauan (monitoring) rutin untuk mengetahui intensitas dan lokasi serangan, sehingga aplikasi pengendalian bisa dilakukan tepat sasaran dan tepat waktu (hanya jika serangan di atas ambang batas ekonomi).
- Konsultasi Berkelanjutan: Mahasiswa membuka jalur komunikasi untuk konsultasi lebih lanjut, menjadikan mereka thought partner bagi petani dalam menghadapi masalah pertanian.
Pesan Utama Mahasiswa UKA: “Pengendalian hama tebu yang paling efektif adalah yang dilakukan secara Terpadu dan Preventif. Jangan menunggu serangan mencapai puncaknya baru bertindak.”
Kesimpulan: Tebu Sehat, Petani Sejahtera
Inisiatif penyuluhan yang digagas oleh mahasiswa Universitas Kebun Anom (UKA) ini membuktikan bahwa peran perguruan tinggi tidak hanya sebatas di kelas. Dengan ilmu pengetahuan dan semangat pengabdian, mereka telah membawa harapan baru bagi petani tebu.
Melalui adopsi metode PHT yang ramah lingkungan—terutama penggunaan parasitoid seperti Trichogramma—petani dapat memutus rantai kerugian akibat Hama Penggerek Batang Tebu. Tebu yang sehat berarti rendemen yang tinggi, dan pada akhirnya, kesejahteraan bagi seluruh komunitas petani.
Penyuluhan ini adalah langkah awal yang inspiratif menuju pertanian tebu yang lebih modern, berkelanjutan, dan berdaya saing di pasar global. UKA berkomitmen untuk terus mendukung petani Indonesia melalui inovasi dan pendidikan.
